KONTRIBUSI PROGRAM
INSEMINASI BUATAN DALAM UPAYA MEWUJUDKAN SWASEMBADA DAGING NASIONAL 2014
Seminar akademik mengenai dengan tema diatas telah dilaksanakan di kampus
Akademi Peternakan Brahmaputra pada hari Kamis, 28 Maret 2013 dengan menghadirkan
pembicara Prof. Ir. Ismaya, M.Sc, Phd. Dari Fakultas Peternakan UGM dan
Subardi, S.Pt staf Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul/praktisi dan
ketua paguyuban petugas IB (inseminator). Banyak hal yang dapat diketahui dan
diperhatikan sebagai masukan beberapa pikhak dan pemerintah dalam rangka
mewujudkan cita-cita swasembada daging tahun 2014.
Inseminasi Buatan (IB, kawin suntik) adalah upaya
memasukan semen atau mani ke dalam saluran reproduksi hewan betina yang sedang
birahi dengan bantuan petugas khusus menggunakan alat dengan tujuan supaya
hewan menjadi bunting.
Inseminasi
Buatan saat ini sudah menjadi kebutuhan bagi para peternak karena sudah
dirasakan keuntungannya, terutama untuk mendapatkan anak yang lebih besar,
sehat, cepat pertumbuhannya, dan tinggi harga jualnya.
Penerapan
Program Inseminasi Buatan pada ternak terutama sapi potong memiliki kontribusi cukup
penting dalam rangka swasembada daging. Keberhasilan program inseminasi buatan
dapat dilihat dengan :
·
semakin
meningkatnya sapi crossing hasil persilangan sapi lokal dengan sapi impor (Simmental,
Limousin dan Brahman)
meningkatnya
produksi sperma beku dan pemanfaatan sperma beku untuk inseminasi buatan di
peternak,
keberhasilan hasil program Inseminasi Buatan secara tehnis ditandai dengan :
Service
period yang pendek, kurang dari 90 hari,
Service/Conception kurang dari 2,
Conception
Rate 70 - 75%,
Calving
Interval 12-15 bulan,
Swasembada
pangan (terutama daging) adalah kemampuan Negara dalam menjamin terwujudnya
kemandirian pangan yang dihasilkan dari produksi dalam negeri. Produksi pangan
yang strategis tersebut selayaknya dibangun dengan berbasiskan pada produksi
dalam Negeri serta tidak menggantungkan pasokan dari Negara lain (import) untuk kebutuhan pokok masyarakat
Indonesia (UU
Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan).
Swasembada
daging di Indonesia telah direncanakan sejak tahun 2000 namun sampai sekarang
masih jauh dari harapan kita. Semula di targetkan Indonesia mampu swasembada
daging pada tahun 2010, karena belum tercapai kemudian diundur pada tahun 2014.
Walau demikian, hingga sekarang
tampaknya kemungkinan swasembada daging
pada tahun 2014 juga masih dipertanyakan.
Pemerintah
telah mencanangkan lima program utama untuk swasembada daging: (1) Penyediaan
bibit sapi (2) Penyediaan bakalan sapi (3) Peningkatan produktivitas dan
reproduktivitas ternak sapi lokal (4) Pencegahan pemotongan sapi betina
produktif dan (5) Pengaturan stok daging sapi dalam negeri.
Dengan berswasembada daging, maka
akan diperoleh keuntungan dan nilai tambah yang meliputi : peningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan peternak; penyerapan
tenaga kerja baru; penghematan devisa negara, optimalisasi pemanfaatan
potensi ternak sapi lokal; meningkatnya peyediaan daging sapi yang aman,
sehat, utuh dan halal bagi masyarakat, sehingga mampu memberikan kepercayaan
dan ketenteraman bagi konsumen/ masyarakat.
Swasembada
daging di Indonesia dapat dipengaruhi oleh beberapa hal: (1) Pertumbuhan
populasi penduduk Indonesia, (2) Populasi ternak sapi (sapi potong dan perah)
dan Kerbau (3)Tingginya pemotongan sapi betina produktif, (4) Keberhasilan
teknologi inseminasi buatan, (5) Kebijakan Pemerintahan Indonesia.
Sebagian besar
peternak sapi telah percaya hasil IB. Pelaksanaan IB di Jawa sudah cukup bagus, dengan Service/Conception = 2,5 , Conception rate = 60 – 75% dan calving interval = 12 – 17 bulan dapat meningkatkan populasi ternak dengan
mutu genetis yang tinggi.
Produksi sperma beku sapi dari Singosari
dan Lembang sudah mencapai 5 juta dosis, seandainya hasil IB menunjukkan S/C =
2,5 dengan CR = 65% maka berarti telah bisa diharapkan menghasilkan anak sapi
sebanyak 1.300.000. ekor, bila angka kematian anak sampai disapih mencapai 10%,
berarti masih ada 1.170.000 ekor anak sapi yang hidup. Dari jumlah tersebut
seandainya ratio jantan: betina = 1:1, maka berarti ada 585.000 ekor jantan
yang kelak siap dipotong setelah umur 2 tahun yang mampu menghasilkan 99.450.000. kg (99.450 ton) daging. Dengan data tersebut, sudah tentu peran IB
terhadap swasembada daging sudah tidak diragukan lagi, apalagi anak sapi hasil
IB beratnya bisa mencapai 50 – 100% lebih berat dari anak sapi lokal.
Oleh
karena itu, semakin meningkatnya sapi crossing
antara sapi lokal dengan sapi Simmental, Limousin dan Brahman serta meningkatnya produksi sperma beku dan
pemanfaatan sperma beku untuk inseminasi buatan di peternak, di ikuti
dengan semakin mebaiknya hasil IB yang ditandai dengan: Service period yang pendek, kurang dari 90 hari, Service/Conception kurang dari 2, Conception Rate 70 - 75% dan
Calving Interval 12-15 bulan, maka
peran IB benar-benar akan mendukung swasembada daging di Indonesia.
Indonesia
saat ini masih impor daging, jagung,
kedelai, bawang merah-putih, tepung ikan bahkan garam. Harga pakan ternak mahal, dulu satu liter air
susu sapi dapat untuk membeli tiga kg beras, sekarang sebaliknya tiga liter
susu untuk beli satu kg beras, akibatnya banyak peternak sapi perah pada gulung
tikar. Apa seperti ini indikasi keberhasilan Revitalisasi Pertanian
(Peternakan) ?
Seharusnya,
pemerintah mendukung peternakan rakyat, disamping harus mengembangkan peternakan sapi secara ekstensif, dengan
membuka lahan (ranch) di luar pulau
Jawa (Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya) serta mencari investor untuk mengembangkan peternakan tersebut.
Usaha ini akan mampu menyerap tenaga kerja sarjana peternakan, dokter hewan
serta tenaga menengah yang saat ini cukup banyak tersedia di Indonesia. Dengan
cara ini swasembada daging akan bisa jauh terlampoi, bahkan ekspor sapi/daging
ke negara tetangga, dan ke negara-negara Arab juga akan terpenuhi. Namun
tampaknya pemerintah lebih tertarik secara instan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tersebut diatas, karena pejabat akan di untungkan mendapatkan fee
dan bahkan dapat berpeluang untuk korupsi, walau disisi lain rakyat kecil
semakin sulit hidupnya.
Kontribusi
Inseminasi Buatan terhadap produksi daging dalam rangka swasembaada daging
tahun 2014 sangat tinggi, dengan dihasilkannya anak anak sapi hasil IB baik
sapi lokal maupun sapi hasil krosing dengan sapi dari luar negeri. Disamping
itu pencegahan pemotongan betina produktif dan kebijakan pemerintah yang
berpihak pada peternak akan dapat mempercepat tercapainya swasembada daging.
Ditambahkan oleh Subardi, S.Pt
keberhasilan program inseminasi buatan tak lepas dari pembinaan yang terus
menerus kepada peternak untuk dapat melakukan deteksi birahi yang tepat dan
benar sehingga petugas insemanator dapat mengawinkan ternaknya tepat waktu. Juga
tersedianya sumber daya yang cukup, sarana dan prasrana yang tersedia serta ketrampilan teknis
inseminator, petugas PKB dan petugas ATR, rekording yang baik dan kebijakan
pemerintah.
0 komentar: